SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI VISI “MENJADI SEKOLAH TINGGI YANG UNGGUL, BERIMAN, BERILMU, DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN PADA TAHUN 2028”

Rabu, 21 Oktober 2020

SEJARAH SINGKAT LAHIRNYA GEREJA-GEREJA DI TANAH PAPUA

 

SEJARAH SINGKAT GEREJA-GEREJA DI PAPUA

Oleh Y. Numberi, S.Ag, M.Mis

(dari berbagai sumber)

Kompetensi Dasar 1
Mahasiswa mampu Menjelaskan ARTI, MAKNA DAN TUJUAN SERTA PERIODISASI
SEJARAH GEREJA-GEREJA DI PAPUA

Pelajaran 1 : SERAH GEREJA; Definisi dan Tujuan Belajar Sejarah Gereja

Kompetensi yang dicapai : Mahasiswa Mampu memahami arti sejarah dan sejarah gereja itu sendiri dan dapat menjelaskan tujuan dipelajarinya sejarah gereja-gereja di Papua secara tepat.

A.      Definisi Sejarah Gereja

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberi dua arti tentang sejarah, yaitu :

1. Sejarah adalah kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau (kejadian dan peristiwa,   fakta      dan                 kenyataan           dari        masa     lampau).
2. Sejarah adalah pengetahuan atau uraian mengenai peristiwa-peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi di masa yang lampau (Sejarah = Ilmu Sejarah / pengetahuan atau uraian mengenai fakta tersebut). Jadi, berdasarkan definisi ini, belajar sejarah tidak lain berurusan dengan fakta masa lampau (peristiwa-kejadian itu sendiri) dan usaha menguraikan fakta/peristiwa tersebut. Dua hal ini tidak dapat kita abaikan dalam studi Sejarah Gereja-gereja  di Tanah Papua.

 Sejarah gereja ialah kisah tentang perkembangan-perkembangan dan perubahan-perubahan yang dialami oleh gereja selama di dunia ini. Yaitu kisah mengenai pergumulan antara Injil dengan bentuk-bentuk yang kita pakai untuk mengungkapkan Injil itu[1].

 

B.      Tujuan Mempelajari Sejarah Gereja di Papua

 

Mengapa  Perlu Belajar Sejarah Gereja-Gereja Di Papua

Ada banyak alasan mengapa kita perlu belajar sejarah gereja-gereja di Papua. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:

1.   Allah sendiri menyatakan dirinya kepada orang Papua melalui sejarah gerejaNya di Papua.

2.   Kekristenan di Papua terkait erat dengan misi Pekabaran Injil di Tanah Papua yang didasarkan pada peristiwa sejarah (band. 1Kor 15:13-18).

3.   Sejarah turut menyatakan kedaulatan dan kesetiaan Allah bagi orang Papua yang dibebeaskan dari kekafiran.

4.    Sejarah gereja-gereja di Papua berperan sebagai Pintu masuk bagi Peradaban orang Papua.

5.   Sejarah Gereja di Papua erat kaitannya dengan pengenalan akan Alkitab sebagai penyataan Allah bagi dunia orang Papua.

6.   Mengenal lebih dekat para zendeling (utusan) Misi Pekabaran Injil yang diutus oleh berbagai aliran gereja.

7.   Sejarah membuat kita bisa memahami diri kita sendiri secara lebih baik.

8.   Sejarah merupakan bahan nasehat, pedoman pelayanan maupun bahan ilustrasi kotbah bagi seorang pengkhotbah.

 

Pelajaran ke 2. SEJARAH GEREJA GKI DI TANAH PAPUA

Gereja Kristen Injili Tanah Papua (disingkat GKITP) adalah kelompok gereja Kristen Protestan beraliran Calvinis di Indonesia, yang melayani khususnya di tanah Papua.

GKI di Tanah Papua berdiri pada tanggal 26 Oktober 1956 sebagai hasil pekabaran Injil yang dimulai oleh Carl Ottow dan Johan Gotlob Geissler pada 5 Februari 1855 yang berawal dari Pulau Mansinam. Sejak awal berdirinya, GKI di Tanah Papua adalah suatu gereja yang bersifat oikumenis, dan bukan gereja suku. Oleh karena itu, anggota-anggota jemaat GKI berasal dari orang Papua sendiri dan orang-orang bukan Papua dari berbagai suku dan bangsa serta dari berbagai latarbelakang keanggotaan gereja. Kehadiran dan keberadaan GKI di Tanah Papua adalah kehendak Tuhan untuk menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah yang nyata di tengah keterbelakangan, keterasingan, kebodohan dan kemiskinan. Oleh pemberitaan Injil peradaban baru Papua dimulai dan terus berlangsung sampai sekarang ini.

Kronologi singkat

Periode Tahun 1852

7 Oktober: Para Penginjil dari Badan Misi Gossner Jerman yakni Johann Geissler, Schneider dan Carl Ottow tiba di Batavia (Jakarta) mereka berangkat dari pelabuhan Rotterdam Belanda, dengan menggunakan Kapal yang bernama ABELTASMAN

  • 1855

5 Februari: Penginjil Ottow dan Geissler tiba di Mansinam. Tiba jam 6 pagi sauh dilabuhkan dan tepat jam 9 pagi CW OTTOW dan J G Geisler menginjakkan kaki di pulau Mansinam dengan mengucapkan doa sulung mereka "IN GOTTES NAMEN BETTRATEN WIR DAS LAND" yang artinya Dengan Nama Tuhan Kami Menginjak Tanah Ini...

  • 1856

Rumah Misi pertama didirikan di Mansinam

  • 1861

Penerbitan Buku Nyanyian gerejani pertama yang di terjemahkan dalam bahasa Numfoor.

  • 1862

9 November: Penginjil Ottow meninggal dan dikuburkan di Kwawi, Manokwari

  • 1867

1 Desember: Peresmian Gedung Gereja Pengharapan di Mansinam.

  • 1868

1 Januari: Dua orang wanita (Sara dan Margaretha) yang biasa membantu di rumah penginjil Geissler menjadi orang Papua pertama yang dibaptis, yaitu oleh Pdt. Geisler

  • 1869

16 Agustus: Penginjil Geissler meninggalkan Mansinam kembali ke Jerman.

  • 1870

11 Juni: Geissler meninggal dunia dalam usia 40 tahun.

  • 1956

26 Oktober: GKI di Tanah Papua berdiri.

Sumber https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Kristen_Injili_di_Tanah_Papua diakses, 7 Oktober 2020, jam 17.13 wit

Pelajaran ke 3. Sejarah Gereja Kemah Injil Indonesia di Tanah Papua

Gereja Kemah Injil Indonesia (disingkat GKII, dahulu KINGMI) adalah suatu kelompok gereja Kristen Protestan di Indonesia yang bermula dari Sulawesi Selatan. Gereja Kemah Injil Indonesia merupakan Gereja Sinodal yang meliputi beberapa wilayah seperti Wilayah Jawa Sumatra, Wilayah Kalbar, Wilayah Kaltim, Wilayah Kaltara, Wilayah Bali NTT, Wilayah Sulawesi Maluku dan Wilayah Papua. Kantor Pusat GKII terletak di Jalan Kramat Raya III.

Sejarahnya

Kisah Tanggal 13 Januari 1939

Adalah keputusan Misi CMA di Makassar yang melihat kebutuhan besar akan Injil di Papua yang dulu bernama Dutch New Guinea. Pada tahun 1937 Pemerintah Hindia Belanda menemukan Danau Wissel di daerah Paniai yang ternyata sudah didiami masyarakat di sana sekitar 50 ribuan orang, walaupun yang baru berhasil didaftar 10 ribuan orang. Setelah mendengar hal ini, Dr. Jaffray dengan Tim Misi CMA memutuskan mengutus C. Russell Deibler dan Walter M. Post untuk melakukan perjalanan eksplorasi ke sana. Mereka berangkat dengan kapal Laut melewati Maluku dan tiba di Barat Daya Papua yaitu Pelabuhan Oeta tanggal 24 Desember 1938. Dengan bantuan wakil pemerintah Hindia Belanda, Bapak Cator di FakFak maka dipersiapkan perjalanan dengan motor trail ke sana. Maka tanggal 26 Desember berangkatlah Russel Deibler bersama seorang lainnya melakukan perjalanan eksplorasi selama 18 hari. Bapak Post tidak ikut dalam perjalanan. Maka tanggal 13 Januari 1939 tibalah mereka di Danau Paniai dan berjumpa dengan dua suku besar yaitu Zonggunu dan Kapauku. Setelah melakukan pendekatan dan pengamatan maka mereka kembali ke Makassar. Pada bulan Maret 1939 dua keluarga yaitu Kel. Deibler dan Kel. Post didampingi 3 mahasiswa Sekolah Alkitab Makassar dan 20 orang Dayak menuju ke Paniai. Sejak itulah Injil mulai diberitakan dan berkembang menjadi gereja-gereja di antara suku-suku di sekitar Danau Wissel. Sejak itu 13 Januari 1939 ditetapkan sebagai hari tibanya atau masuknya Injil di Tanah Papua oleh Misi CMA.

Kisah Tanggal 6 April 1962

     Dalam kurun waktu dua puluh tahunan Injil berkembang bukan hanya di kalangan suku Mee dan suku di sekitar Paniai, tapi sudah merambah ke Pegunungan Tengah Papua yaitu Suku Dani, Moni, Nduga, Damal, Amungme, dan seterusnya. Dengan terbentuknya gereja-gereja lokal, maka Misi CMA bersama pemimpin gereja nasional di Papua merasa perlu untuk membentuk suatu organisasi Gereja Kemah Injil Papua (New Guinea) yang kemudian akan bergabung dengan Gereja kemah Injil yang lain di Indonesia yang sudah lahir lebih dahulu. Nama waktu itu adalah KINGMI yang singkatannya adalah Kemah Injil Gereja Masehi Indonesia.  Maka pada tanggal 6 April 1962 berkumpullah para pemimpin gereja baik dari Papua maupun Misi CMA untuk mengadakan konferensi pertama kalinya di Beoga. Mereka menamakan gereja mereka adalah Kemah Injil Gereja Masehi Indonesia atau disingkat KINGMI Irian Jaya setelah masuk Indonesia. Pemimpin nasional yang pertama adalah Bapak Ch. Paksoal. Sejak itulah 6 April disebut hari ulang tahun lahirnya organisasi GKII di Tanah Papua.

Sumber : https://kemah-injil.org/2017/04/07/gereja-kemah-injil-indonesia-di-tanah-papua/ Diakses hari kamis 15 Oktober 2020 jam 09.34 wit

Pelajaran Ke 4 : Sejarah Persekutuan Gereja-Gereja  Baptis Papua

25 Oktober 1956

Australian Baptist Misionary Society disingkat ABMS (sekarang menjadi Global Inter Action = GIA ) mengutus 3 (tiga) tenaga Missionary ke daerah Lembah Balim. Masing-masing terdiri dari Pdt. Norman Draper, Hein Noordyk dan Ian Gruber bersama dengan Myron Bromley seorang ahli Bahasa dari Missi CAMA. Mereka tiba di pos Tiom, ( Distrik Tiom Kabupaten Jayawijaya), Papua.

1956-1966
Walaupun medan yang sangat sulit dan berat tetapi dalam kurun waktu hanya 10 (sepuluh) tahun para Missionaris bekerja keras untuk merintis dan membuka pos-pos pelayanan dan masing-masing pos dilengkapi dengan Lapangan terbang sabagai sarana transportasi tewat udara dengan wadah “Gereja Baptis Lembah Balim” (GBLB) hanya menjangkau jiwa-jiwa/orang-orang pribumi di daerah setempat.

Dalam wadah Gereja Baptis Lembah Balim, Missionary juga bekerja keras untuk mendidik dan mempersiapkan orang-orang pribumi yang disebut “suku Lani” untuk kelak menjadi pemimpin di negerinya sendiri.


14 Desember 1966
Sementara itu Gereja-gereja Baptis berkembang di daerah Pedalaman Papua dengan cepat. Setelah 10 tahun kemudian, Kongres Gereja Baptis, pertama kali dilaksanakan di pos Makki kini Distrik Makki, dengan perubahan nama wadah/organisasi dari Gereja Baptis Lembah Balim dirubah menjadi Gereja Baptis Irian Jaya (GBIJ).
Dalam kesempatan itu terjadilah peralihan kepemimpinan dari missionaris kepada orang-orang pribumi/orang Lani.

Periode terus berganti, perkembangan Gereja terus terjadi akhirnya pada suatu Kongres yang disebut Kongres ke IV terjadi perubahan lagi nama organisasi dari Gereja Baptis Irian Jaya (GBIJ) menjadi “Persekutuan Gereja-gereja Baptis Irian Jaya (PGBIJ), Pada tahun 2002 Kongres di Wamena seiring dengan perubahan nama Provinsi Irian Jaya menjadi Provinsi Papua, maka gereja baptis merubah namanya menjadi:”Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua disingkat PGBP”.

Sumber https://profilgereja.wordpress.com/2010/07/20/persekutuan-gereja-gereja-baptis-papua/ dan https://jubi.co.id/klarifikasi-pembohongan-publik-tentang-lahirnya-gereja-baptis-papua/Diakses Tanggal 20 Oktober 2020, jam 16.54

Pelajaran ke 5 : Sejarah Gereja Injili Di Indonesia (GIDI)

GIDI pertama kali dirintis oleh tiga orang dari Badan Misi UFM dan APCM yaitu Hans Veldhuis, Fred Dawson, Russel Bond. Setelah merintis pos di Senggi termasuk membuka lapangan terbang pertama Senggi (1951-1954), pada tanggal 20 Januari 1955 ketiga misionaris beserta tujuh orang pemuda dari Senggi terbang dari Sentani tiba di Lembah Baliem di Hitigima menggunakan pesawat amphibi Sealander.

Kemudian mereka melanjutkan misi dengan berjalan kaki dari Lembah Baliem ke arah Barat pegunungan Jayawijaya melalui dusun Piramid. Dari Piramid bertolak menyeberangi sungai Baliem dan menyusuri sungai Wodlo dan tiba di Ilugwa. Setelah mereka beristirahat lanjutkan perjalanan ke arah muara sungai Ka'liga (Hablifura) dan akhirnya tiba di danau Archbol pada tanggal 21 Februari 1955.

Di area danau Acrhbold disinilah pertama kali mereka mendirikan Camp Injili dan meletakkan dasar teritorial penginjilan. Pada tahun itu pula pada tanggal 25 Maret 1955 pesawat jenis JZ-PTB Piper Pacer berhasil mendarat di Danau Archbold. Mereka membuka lapangan terbang di Archbold sambil mengadakan survei pengembangan pelayanan di sekitar Bokondini dan Kelila. Pada bulan Maret 1955 Bert Power dan Ross Bertell tiba di Bokondini.

Selain misi UFM, Gesswein dan Widbin bersama Misi ABMS lainnya meninggalkan Camp Injili Archbol pada tanggal 28 April dan tiba di Bokondini pada tanggal 1 Mei 1955. Di Bokondini membuka lapangan terbang pertama tanggal 5 Juni 1965 dan Pilot Dave Steiger mendaratkan pesawat pertama kali di Bokondini. Sejak itulah secara resmi membuka Pos UFM dan APCM di Bokondini sebagai basis penginjilan di seluruh pegunungan tengah Papua.

Pada tanggal 5 Juni 1957, pesawat MAF pertama kali mendarat di Swart Valley sekarang disebut Karubaga Wilayah Toli.

Lalu, pada bulan Agustus 1958, tiga orang UFM Ralph Maynard, Bert Power dan Leon Dillinger berjalan kaki dari Karubaga menuju ke daerah Yamo membuka lapangan terbang di Mulia. Setelah membuka pos-pos penginjilan, sebagai hasil pertama dari Badan Misi UFM dan APCM melakukan pembaptisan pertama berjumah 9 orang di Kelila wilayah Bogo pada tanggal 29 Juli 1962.

Inilah cikal bakal jemaat mula-mula dalam sejarah berdirinya Gereja Injili Di Indonesia. Dan, baptisan yang kedua dilakukan pada tanggal 16 september 1962 di Bokondini dan disusul baptisan ketiga di Kanggime tanggal 27 Januari 1963.

Sejak itu, terjadi pembaptisan dimana-mana. Inilah awal permulaan dari kongregasional, suatu pertumbuhan orang-orang percaya yang kemudian menjadi sebuah gereja lokal yang otonom, independen dan demokrasi dengan sistem pemerintahan Kongregasional-Presbiaterian.

Pada waktu itu gereja pribumi ini semakin hari semakin bertumbuh dan mengalami kemajuan yang sangat pesat maka para pendiri bekerjasama dengan Tiga Badan Misi APCM, UFM dan RBMU bersepakat untuk mendirikan gereja dengan nama sendiri (terpisah dari gereja-gereja dari luar).

Akhirnya pada tanggal 12 Februari 1963 mereka bersepakat memberi nama gereja ini pertama kali disebut Gereja Injili Irian Barat (GIIB) -1971 dengan pusat gereja di Irian Jaya. Pada tahun 1971 nama gereja GIIB diganti dengan GIIJ (Gereja Injili Irian Jaya) – 1988.

Sejalan dengan masa peralihan Irian Barat ke wilayah NKRI dimana nama Irian Barat diganti dengan Irian Jaya. Pada tahun 1988 nama gereja ini berubah menjadi Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan gereja dari tanah Papua meramba hingga ke pulau-pulau seluruh Nusantara Indonesia.

Sumber https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Injili_di_Indonesia diakses tanggal 20 Oktober 2020, jam 17.38 wit

Pelajaran 6 : Sejarah Gereja Pentakosta di Papua

GEREJA BETHEL (GEREJA PENTAKOSTA) DI TANAH PAPUA Nama Asli :

de Bethelkerk (de Pinksterkerk) te Hollandia van Nederland Nieuw Guinea

Pendiri :

Pdt. Jonathan Itaar, Pdt. F.G. van Gessel, dll Dibentuk : 23 September 1955 (Mubes I)

Pengakuan : 17 Oktober 1956

Lambang Gereja : Kitab suci, salib, dan burung merpati

Pola Managemen : Pendeta tunggal dengan jabatan Gembala Jemaat dan berbentuk Badan Penghubung Daerah Sasaran : Kepulauan Papua (Sorong-Samarai)

Asal Mula GBGP Di Tanah Papua Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja mengutus 12 orang rasul-Nya memberitakan injil. Diawali oleh peristiwa kepenuhan Roh Kudus di Anjung Yerusalem (Kis 2:1-47). Peristiwa Pentakosta inipun kemudian muncul kembali dlm peristiwa Champ Meeting di Cherokee Country, North Carolina USA Thn 1889, ketika KKR yg dipimpin oleh William F Bryant, banyak berbahasa Roh sebagai tonggak awal mula Pentakosta modern. Dalam perkembangan Pentakosta di Amerika 32 tahun, Pdt. W.H Offiler dari Gereja Bethel Temple Seatle Amerika Serikat mengirim dua misionaris keturunan Belanda Rev. Cornelius E. Groesbeck dan Rev. Richard van Claveren, memperkenalkan ajaran Pantekosta pertama kalinya di Indonesia ketika mereka mendarat di Bali pada 4 Januari 1921. Dalam perkembangannya seorang “anak asli Papua” Yohanes Hanasbei bertobat dan masuk gereja Pentakosta di Manado 1929, kemudian ia memperkenalkan Pentakosta kepada Jonathan Itaar, 1933 di Ternate. Jonathan Itaar kemudian dididik di Sekolah Alkitab NIBI Surabaya dan mendapat ijin pelayanan oleh Gubernur Jendral Indie di Batavia untuk pelayanan di NNG (Papua). Jonathan Itaar masuk Nederlands Nieuw Guinea (Papua) pertama kali di Sorong Doom dengan gerakan Pentakosta 30 September 1948. Jonathan Itaar, F.G. van Gessel, Lukas Youwe, Thomas Itaar, Christian van Tiel, Y.P.G Trouwerbach mempelopori pelaksanaan Mubes I, tgl 23 September 1955 hingga terbentuknya de Bethelkerk (de Pinksterkerk) te Hollandia van Nederlands Nieuw Guinea (GBGP). Maka pada tgl 17 Oktober 1956 keluarlah pengakuan pemerintah Nederlands Nieuw Guinea tgl 17-10-1956 No. 279 yg diumumkan dlm Gouvernementsblad No. 81-tahun 1956.

Sumber : http://gbgp-p2dm.simplesite.com/446339042 Diakses tanggal 20 Oktober 2020, Jam 18.15 wit

 

Pelajaran 7 : Sejarah Singkat Gereja Katolik

Berdasarkan catatan sejarah yang ditulis Pastor Haripranata dalam Berlayar ke Timur, misi Gereja Katolik di Papua (dulu disebuat Irian Barat) berkait erat dengan terbentuknya Prefektur Apostolik Batavia pada tahun 1807. Tak berjarak lama, tahun 1859 para pastor Yesuit pertama tiba di pulau Jawa. Mgr Adam Charles Claessens yang ketika itu diangkat menjadi Vikaris Apostolik Batavia berkesimpulan bahwa misi nusantara harus diperluas.

Sang Vikaris lantas mengambil langkah berani. Ia mengutus Misionaris Serikat Yesus (Jesuit) untuk mulai memikirkan kemungkinan membuka misi di wilayah Irian Barat. Serikat Yesus lalu memulai mencoba meretas kemungkinan ini dengan mulai membuka karya di Tual, Maluku, di sebelah timur Irian pada 1888. Pastor Yohanes Kuster SJ menjadi perintis misi di tempat ini. Saat itu, bagi sebagian besar misionaris asing, wilayah Irian Barat masih jarang terdengar. Dalam setiap diskusi, nama Irian Barat pun jarang munculr.

Mendekati Papua
Keberanian Misionaris Jesuit pun berbuah. Dari Tual Pastor Kuster mengirim Pastor C. van der Heyden SJ untuk berlayar ke Irian Barat. Dalam perjalanan ini kapal yang ditumpanginya terbakar di Pelabuhan Skroe, Fak Fak. Ia merupakan misionaris pertama yang menetap di Irian Barat selama tiga minggu.

Misi di Irian Barat dilanjutkan pada tahun 1891 saat pemerintah memberi izin kepada Gereja untuk bekerja di sana. Vikaris Apostolik Batavia mengutus Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ ke Irian Barat. Ia mendarat di pada 22 Mei 1894. Sejak itu, ia lalu mulai merintis sekolah dengan 16 murid.

Sejarah Gereja di Nusantara sampai di sebuat titik penting saat Vikariat Apostolik Batavia dipecah menjadi dua wilayah pada 22 Desember 1902. Wilayah sebelah timur Sulawesi dijadikan Prefektur Apostolik Nederland Nieuw Guinea. Karya di wilayah ini kemudian diserahkan imam-imam SJ kepada imam dari Misionaris Hati Kudus (MSC). Di Langgur, Pastor Serikat Yesus menyerahkan karya kepada imam-imam MSC. Segera setelah itu Misionaris Keluarga Kudus tiba di Merauke dan mendirikan stasi pertama di Irian Barat tahun 1905.

Kepulauan Kei merupakan kedudukan misi terdekat misi Katolik dan melalui daerah inilah para imam tiba di Papua. Saat itu, Ordo Jesuit sebagai penginjil di New Guinea yang berkedudukan di Kei telah digantikan MSC. Imam-imam dari kelompok ini telah mewartakan ajaran agama Katolik di pesisir selatan Irian Barat selama setengah abad.

Selama masa penjajahan Belanda, para imam Katolik bekerjasama dengan pejabat-pejabat pemerintah dalam upaya untuk menghilangkan praktik-praktik kanibalisme dan ritual bersetubuh tidak wajar. Hal ini di antaranya menyebabkan ketidaksuburan pada perempuan Suku Marind serta menyebabkan angka kematian tinggi.

Para Imam Hati Kudus (MSC) yang ahli bahasa dan memiliki perhatian terhadap budaya ini memulai karya yang luar biasa bersama Suku Marind-anim yang dikenal sebagai pemburu kepala yang ganas dan terorganisir di Merauke. Karya ini di kemudian hari, membuka jalan lapang bagi antropolog kelas dunia asal Swiss Paul Wirz dan van Baal dari Belanda untuk mengadakan penelitian di Irian Barat.

Berkat minat dan tulisan-tulisan dari sejumlah imam Katolik Roma pertama mengenai entnografi Suku Asmat. Maka data mengenai suku-suku asli cukup lengkap pada waktu itu. Dalam catatan ini, terungkap bahwa perutusan Katolik Roma cukup toleran terhadap sebagian besar budaya Asmat. Misalnya seperti rumah panjang bagi kaum lelaki atau bujang.

Misi Dipisahkan
Tepat tanggal 12 Januari 1912 Gubernur Jendral Belanda Idenburg memisahkan area misi Katolik dan Zending Protestan. Aturan tersebut menegaskan setiap kelompok hanya boleh menjalankan misinya di wilayah yang telah ditentukan.

Ketika pecah perang Dunia I sebanyak 90 orang suku Marind menyatakan dirinya sebagai orang misi. Buah iman semakin terlihat ketika delapan wanita dan tiga anak perempuan ikut dipermandikan untuk pertama kalinya dalam sejarah Gereja Irian Barat pada tanggal 7 Juni 1924.

Lima tahun sesudahnya, seorang misionaris Pastor Hermanus Tillemans MSC mulai berkarya di Kokonao, Irian Barat bagian tengah. Ia adalah tokoh sentral dalam pembangunan sejarah Gereja di Irian Barat. Lewat tangannya, ekspedisi dan eksplorasi ke pedalaman untuk menanamkan iman Katolik dilakukan dengan merintis sekolah-sekolah di daerah Paniai terjadi.

Namun sepak terjang MSC di pulau cendrawasih ini pun membutuhkan bantuan. Provinsial MSC kemudian meminta bantuan dari Ordo Fratrum Minorum (OFM). Permintaan itu disetujui lewat Kongregasi Propaganda Fide tahun 1936. Pastor Nerius Louter OFM dan Pastor Ph.Tetteroo OFM pun menjadi Fransiskan pertama yang menginjak Kaimana, Irian Barat.

Satu sumbangan mutiara imam-imam Saudara Dina di Irian Barat adalah ide untuk membuka isolasi orang-orang pedalaman dengan melakukan penerbangan dengan pesawat ke sana. Ide ini lahir berkat pengalaman Pastor Misael Kammerer OFM. Ia melihat pentingnya sarana transportasi yang memadai guna melayani umat di pedalaman Irian Barat. Usaha ini akhirnya menghasilkan maskapai penerbangan pertama di Irian yang dimiliki oleh empat keuskupan, yakni Association Mission Aviation (AMA). Maskapai ini dimulai dengan sebuah pesawat hibah pada tahun 1956.

Peninggalan MSC
Para imam MSC sangat peduli dengan budaya masyarakat asli Papua. Pada tahun 1938, Pastor Drabbe MSC dari Uta dipindahkan ke Kokonao. Setahun setelah itu, ia mempelajarai bahasa Mimika. Tak lama, ia dipindahkan lagi ke daerah Mappi dan dalam beberapa bulan saja menyusun kamus kecil Bahasa Yakai. Berbekal kefasihan berbahasanya, ia menerjemahkan buku Katekismus, buku doa, sejumlah cerita dari Kitab Suci ke Bahasa Yakai.

Selain itu, para imam MSC turut mendorong tradisi mengukir. Lantas, dorongan ini membawa berkat dengan adanya produksi karya asli Suku Asmat yang bertahan hingga hari ini. Tidak berhenti di situ, Gereja juga membantu Program Seni Suku Asmat berkerjasama dengan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dimulai pada tahun 1968. Dua tahun kemudian, Uskup Agats Alphonsus Augustus Sowada OSC memulai pembangunan museum seni, budaya, dan perkembangan suku Asmat di Agats. Ia juga membuat lomba mengukir yang hingga hari ini tradisi itu berlanjut. Sejumlah uang hadiah yang diterima dalam pelelangan diberikan kepada para pengukir agar tetap semangat menghasilkan ukiran kelas dunia.

Keterbukaan Gereja Katolik akan inkulturasi dikarenakan terdapat keyakinan bahwa Tuhan datang untuk semua orang dan orang-orang bukan Katolik pun berhak memperoleh keselamatan. Oleh karena itu, terdapat ruang rasa penghargaan yang lebih besar terhadap kebudayaan tradisional Papua dan kepercayaan tradisional mereka. Pola berpikir ini pula yang mengantarkan Gereja Katolik untuk selalu kembali kepada kecenderungan membantu orang-orang Papua.

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Papua, pihak Gereja telah membangun sekolah-sekolah di lokasi-lokasi pusat dan secara bertahap mengenalkan pendidikan. Kesehatan juga menjadi perhatian utama dengan awal pemberantasan penyakit kelamin dan penyakit kulit (framboesia), bersama dengan gerakan untuk menggalakan kebersihan khususnya air minum.

Sumber https://www.hidupkatolik.com/2018/06/25/22606/jalan-misi-gereja-papua/ Diakses tanggal 20 Oktober 2020, jam 18.33 wit

 

Catatan Sejarah yang ditampilkan diambil dari berbagai sumber yang disebutkan pada tiap pelajarannya 


TUGAS-TUGAS :

TUGAS I

}  Membuat Laporan Buku : Bacalah buku Harta dalam Bejana Bab XIV sampai dengan XVII (halaman 151-186) Lalu buatlah Laporan membaca buku  dengan cara meringkas bab per bab yang dibaca dan menyertakan opini/pendapat anda tentang isi bab-bab tersebut.

}  Diketik dan dikumpulkan Tanggal 3 November 2020 (Diberikan Cover  dengan Judul LAPORAN MEMBACA BUKU HARTA DALAM BEJANA BAB XIV SAMPAI BAB XVII

Tulis nama, NIM, Semester dan Tahun

 

TUGAS II

}  Tuliskanlah Sejarah :

}  Masuknya Gereja Advent Hari Ke Tujuh ke Papua

}  Masuknya Gereja Bethel Indonesia ke Papua

}  Lahirnya Gereja Protestan Indonesia (GPI) di Papua

Catatan :

1. Tugas dibuat dengan cover yang dituliskan :

          TUGAS SEJARAH GEREJA-GEREJA DI PAPUA

           - SEJARAH MASUKNYA GEREJA ADVENT

           - SEJARAH MASUKNYA GEREJA BETHEL INDONESIA

          -  SEJARAH LAHIRNYA GEREJA PROTESTAN INDONESIA (GPI)

            Tuliskan nama, NIM dan Semester serta tahun

2. Tuliskan narasumber yang diwawancara atau sumber bacaan secara jelas pada bagian bawah catatan sejarah masing-masing gereja.

3. Tugas dikumpulkan pada 17 November 2020. Dapat

4. Apabila ditemukan dua atau lebih yang sama isinya, maka diberikan nilai E

 

 



[1] Th Van den End, Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK Gunung Mulia, hal. 7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penerimaan Mahasiswa Baru TA 2025/2026

 Sekolah Tinggi Agama Kristen (STAK) Oikumene Timika Menerima Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2025/2026, Program Studi Stratum Satu (S1) Pendi...